POTENSI & SDA DI KABUPATEN JEMBER
Potensi Kabupaten Jember
Kabupaten Jember, Propinsi Jawa Timur, memiliki luas 3.293,34 Km2 yang terbagi ke dalam 31 kecamatan. Batas wilayah Kab. Jember antara lain:
Dengan luasan tersebut di atas terdapat potensi sektor pertanian yang cukup tinggi khususnya untuk tanaman padi dan palawija. Beberapa kecamatan yang memiliki potensi cukup besar di bidang padi dan palawija diantaranya seperti Ambulu, Balung, Wuluhan, Kaliwates, Patrang, Kalisat, Arjasa, Umbulsari, Sumberbaru, Kencong, Gumukmas , Semboro, Bangsal, Panti, Jombang, Jenggawah, dan Tempurejo (Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, PKP, 2000). Untuk tanaman padi, Jember memiliki potensi Luas Panen 150.644 ha dengan produksi 787.355 ton (1999). Tanaman Jagung dengan Luas Panen 47.954 ha dengan Produksi sebesar 222.152 ton. Tanaman Kedelai dengan Luas Panen 33.371 dengan produksi 39.259 ton (Jember Dalam Angka, 1999).
Taman Nasional Meru Betiri (TNMB)
Dari beberapa kawasan konservasi yang kaya akan sumber daya keanekaragaman hayati juga terdapat di Kabupaten Jember ini, yakni Taman Nasional Meru Betiri (TNMB). TNMB terletak di dua wilayah Kab. Dati II Propinsi Jawa Timur, yaitu bagian barat termasuk Kab. Dati II Jember dan bagian timur termasuk Kab. Dati II Banyuwangi. Kawasan TNMB secara geografis terletak antara 113º 38' 48'' - 113º 58' 30'' BT dan 8º 20' 48'' - 8º 33' 48'' LS.
Kawasan Meru Betiri ditetapkan sebagai Suaka Marga Satwa berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 276/Kpts/Um/6/1972. Luasnya 50.000 ha, dengan prioritas perlindungan Harimau Jawa beserta habitatnya. Kawasan tersebut sebelumnya dikelola oleh Perhutani dari 1961 sampai 1972. Selanjutnya dengan SK Mentan No. 592/Kpts/Um/7/1982 arealnya diperluas hingga 58.000 ha. Pada tanggal 14 Oktober 1982 statusnya diubah menjadi calon Taman Nasional, melalui SK Mentan No. 736/Kpts/Mentan/X/82 dalam kongres Taman Nasional se-Dunia III di Bali. Kemudian berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 185/Kpts-II/1997 tanggal 25 Maret 1997 pengelolaan TNMB menjadi tanggung jawab dan wewenang Balai Taman Nasional Meru Betiri. Luas kawasan yang 58.000 ha tersebut menjadi berkurang 2.155 ha sehubungan dengan keluarnya surat keputusan dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan pada tahun 1999 yang menyatakan bahwa perkebunan Sukamade dan Bandealit yang semula menjadi kawasan TNMB, kini menjadi kawasan tersendiri di luar TNMB. Jadi secara riil, sekarang ini luas kawasan TNMB adalah 55.845 ha.
Taman Nasional ini juga dikenal sebagai habitat terakhir Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica), akan tetapi sejak yahun 1977 satwa ini belum pernah menampakkan diri sedangkan yang dapat ditemui hanya jejak dan bekas cakarannya pada beberapa jenis pohon, dan indikator-indikator inilah yang menguatkan para pemerhati Harimau Jawa bahwa satwa langka ini masih terdapat di kawasan konservasi ini.
Suaka Margasatwa Pegunungan Hyang Argopuro
Potensi kawasan ini pada mulanya tergolong baik namun seiring dengann kebutuhan masyarakat akan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan ekonomi maka keadaan hutan yang banyak memiliki tanaman obat tersebut setiap hari terus dirambah untuk diambil tanaman obatnya dan dipasarkan oleh penduduk sekitarnya. Kawasan ini memiliki kekhasan tersendiri yakni didominasi oleh tanaman Cemara Gunung (Casuarina Junghunia) dan hutan gunung, pada padang rumput dataran tinggi (± 2.500 m. dpl), satwa yang ada diantaranya : kijang, macan tutul, rusa, burung merak, babi hutan dan lain-lain. Tipe hutan, flora, fauna, iklim, topografi dan faktor-faktor alam lain di kawasan ini membentuk suatu tipe ekosistem tersendiri yang khas. Luas seluruhnya 14.177 ha. dan ditunjuk sebagai Kawasan Suaka Margasata berdasarkan surat menteri pertanian dan agraria No:SK/12/PA/1962 tanggal 5 Mei 1962.
Kawasan ini juga memiliki potensi wisata alam yang patut dioptimalkan, hal ini terlihat dari ramainya kawasan ini dari para pendaki gunung yang memanfaatkan waktu-waktu liburan dengan kegiatan petualang dan berakhir di puncak Rengganis pada ketinggian 3080 m dpl. Sesuai dengan topografi Kawasan Suaka margasatwa Pegunungan Hyang Argopuro ini berada pada ketinggian antara 1.200 sampai 2.500 m dpl dan secara geografis terletak diantara ±1130 32 42 - 1130 38 BT dan 70 58 36 - 70 58 6 LS.
Cagar Alam Nusa Barong (CANB)
Cagar Alam Nusa Barong merupakan salah satu kawasan suaka alam dengan fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya (UU No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistemnya). Di mana pada Cagar Alam dapat dilakukan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan lainnya yang menunjang pengembangan pendidikan dan pengetahuan.
Pada mulanya Pulau Nusa Barong ini hanya dikenal dengan suatu tempat yang memiliki kekayaan hasil laut (rumput laut dan beberapa jenis ikan kualitas ekspor) saja, dan ditetapkan sebagai kawasan Cagar Alam berdasarkan surat keputusan Gebernur Jenderal Hindia Belanda No. 46 Staatblad. No. 736 tanggal 9 Oktober 1920, memiliki luas 6.100 ha. ditunjuk sebagai cagar alam karena memiliki potensi botanis dan geologis. Pulau ini terletak di Kecamatan Puger, Kabupaten Jember. Potensi keanekaragaman flora dan fauna yang terapat dicagar alam ini merupakan suatau khasanah dengan nilai konsevasi yang cukup tinggi disamping nilai estetiknya.
Cagar Alam Gunung Watangan
Luas kawasan ini ± 2 ha. dengan pemandangan pantai yang sangat indah. Sering dikunjungi oleh wisatawan domestik, terutama pada hari-hari libur. Dalam tahun anggaran 1996/1997 tercatat pengunjung mencapai 22.776 orang. Oleh karena potensi wisata alamnya dan fungsinya sebagai Cagar Alam sudah rusak, maka Cagar Alam ini pernah di usulkan perubahan statusnya menjadi kawasan taman wisata.
Cagar Alam Curah Manis
Cagar Alam Curah Manis, terletak di sekitar Desa Sempolan, Kecamatan Silo Kabupaten Jember sebagai salah satu kawasan konservasi yang terdapat di wilayah kerja Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jatim II, Sub Seksi KSDA Jember, Resort KSDA Jember. Luas kawasan keseluruhan berdasarkan Surat Keputusan penetapannya adalah 16,8 hektar. Ditetapkan sebagai cagar alam sejak tahun 1919 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda (SKGB) tanggal 11 Juli 1919 No. 83 Staadblad tahun 1919 No. 392 dengan luas 16,8 hektar. Keadaan topografinya adalah terletak di lereng Gunung Raung dengan ketinggian antara 500 - 600 meter diatas permukaan air laut dengan kemiringan hingga 300 .
Dari laporan inventarisasi yang dilakukan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jatim II, pada kawasan ini tercatat beberapa jenis tumbuhan jenis pohon, tiang dan belta diantaranya Bendo (Artocarvus elasticus), Kemado (Laportea stimulans), Beringin (Ficus benyamina) dan lain-lain. tercatat pula beberapa jenis satwa dilindungi diantaranya, Kijang (Muntiacus muntjak), Kancil (Tragulus Javanicus), jenis kupui-kupu (Sastragala Sp) dan berbagai jenis burung kecil dan binatang reptil lainnya.
Hutan Lindung Baban Silosanen
Hutan Lindung Baban Silosanen merupakan salah satu kawasan konservasi yang berada di bawah pengawasan Perum Perhutani Jawa Timur II (Perum Perhutani Jatim II), memiliki luas ± 85 ha yang terhampar dari ketinggian 100 - 700 m dpl satwa dilindungi yang terdapat didalamnya diantaranya Kijang (Muntiacus muntjak) dan Babi Hutan (Sus Sp), diperkirakan hutan lindung ini merupakan daerah jelajah Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) yang keberadaannya diperdebatkan antara ada dan telah punahnya.
Kawasan ini sedang mengalami ancaman serius dengan telah dilakukannya eksploitasi tambang emas karena potensi sumberdaya mineral yang terkandung didalamnya, akan mengancam keselamatan ekositem dan habitatnya, potensi keanekaragaman hayati serta akan merusak tatanan sosial, budaya dan agama di masyarakat sekitar hutan lindung, mengingat sebagian besar di lingkar kawasan ini merupakan areal perkebunan kopi rakyat disamping perkebunan yang dikelola oleh Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP XII). Selanjutnya rencana eksploitasi atau penambangan emas itu akan sangat mengancam keberlangsungan kawasan sebagai areal yang telah menyumbang pasokan oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) bagi kehidupan masyarakat sekitarnya.
(dari berbagai sumber)
Kabupaten Jember, Propinsi Jawa Timur, memiliki luas 3.293,34 Km2 yang terbagi ke dalam 31 kecamatan. Batas wilayah Kab. Jember antara lain:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso.
- Sebelah Selatan dibatasan dengan Samudra Hindia.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Banyuwangi.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lumajang.
Dengan luasan tersebut di atas terdapat potensi sektor pertanian yang cukup tinggi khususnya untuk tanaman padi dan palawija. Beberapa kecamatan yang memiliki potensi cukup besar di bidang padi dan palawija diantaranya seperti Ambulu, Balung, Wuluhan, Kaliwates, Patrang, Kalisat, Arjasa, Umbulsari, Sumberbaru, Kencong, Gumukmas , Semboro, Bangsal, Panti, Jombang, Jenggawah, dan Tempurejo (Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, PKP, 2000). Untuk tanaman padi, Jember memiliki potensi Luas Panen 150.644 ha dengan produksi 787.355 ton (1999). Tanaman Jagung dengan Luas Panen 47.954 ha dengan Produksi sebesar 222.152 ton. Tanaman Kedelai dengan Luas Panen 33.371 dengan produksi 39.259 ton (Jember Dalam Angka, 1999).
Taman Nasional Meru Betiri (TNMB)
Dari beberapa kawasan konservasi yang kaya akan sumber daya keanekaragaman hayati juga terdapat di Kabupaten Jember ini, yakni Taman Nasional Meru Betiri (TNMB). TNMB terletak di dua wilayah Kab. Dati II Propinsi Jawa Timur, yaitu bagian barat termasuk Kab. Dati II Jember dan bagian timur termasuk Kab. Dati II Banyuwangi. Kawasan TNMB secara geografis terletak antara 113º 38' 48'' - 113º 58' 30'' BT dan 8º 20' 48'' - 8º 33' 48'' LS.
Kawasan Meru Betiri ditetapkan sebagai Suaka Marga Satwa berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 276/Kpts/Um/6/1972. Luasnya 50.000 ha, dengan prioritas perlindungan Harimau Jawa beserta habitatnya. Kawasan tersebut sebelumnya dikelola oleh Perhutani dari 1961 sampai 1972. Selanjutnya dengan SK Mentan No. 592/Kpts/Um/7/1982 arealnya diperluas hingga 58.000 ha. Pada tanggal 14 Oktober 1982 statusnya diubah menjadi calon Taman Nasional, melalui SK Mentan No. 736/Kpts/Mentan/X/82 dalam kongres Taman Nasional se-Dunia III di Bali. Kemudian berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 185/Kpts-II/1997 tanggal 25 Maret 1997 pengelolaan TNMB menjadi tanggung jawab dan wewenang Balai Taman Nasional Meru Betiri. Luas kawasan yang 58.000 ha tersebut menjadi berkurang 2.155 ha sehubungan dengan keluarnya surat keputusan dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan pada tahun 1999 yang menyatakan bahwa perkebunan Sukamade dan Bandealit yang semula menjadi kawasan TNMB, kini menjadi kawasan tersendiri di luar TNMB. Jadi secara riil, sekarang ini luas kawasan TNMB adalah 55.845 ha.
Taman Nasional ini juga dikenal sebagai habitat terakhir Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica), akan tetapi sejak yahun 1977 satwa ini belum pernah menampakkan diri sedangkan yang dapat ditemui hanya jejak dan bekas cakarannya pada beberapa jenis pohon, dan indikator-indikator inilah yang menguatkan para pemerhati Harimau Jawa bahwa satwa langka ini masih terdapat di kawasan konservasi ini.
Suaka Margasatwa Pegunungan Hyang Argopuro
Potensi kawasan ini pada mulanya tergolong baik namun seiring dengann kebutuhan masyarakat akan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan ekonomi maka keadaan hutan yang banyak memiliki tanaman obat tersebut setiap hari terus dirambah untuk diambil tanaman obatnya dan dipasarkan oleh penduduk sekitarnya. Kawasan ini memiliki kekhasan tersendiri yakni didominasi oleh tanaman Cemara Gunung (Casuarina Junghunia) dan hutan gunung, pada padang rumput dataran tinggi (± 2.500 m. dpl), satwa yang ada diantaranya : kijang, macan tutul, rusa, burung merak, babi hutan dan lain-lain. Tipe hutan, flora, fauna, iklim, topografi dan faktor-faktor alam lain di kawasan ini membentuk suatu tipe ekosistem tersendiri yang khas. Luas seluruhnya 14.177 ha. dan ditunjuk sebagai Kawasan Suaka Margasata berdasarkan surat menteri pertanian dan agraria No:SK/12/PA/1962 tanggal 5 Mei 1962.
Kawasan ini juga memiliki potensi wisata alam yang patut dioptimalkan, hal ini terlihat dari ramainya kawasan ini dari para pendaki gunung yang memanfaatkan waktu-waktu liburan dengan kegiatan petualang dan berakhir di puncak Rengganis pada ketinggian 3080 m dpl. Sesuai dengan topografi Kawasan Suaka margasatwa Pegunungan Hyang Argopuro ini berada pada ketinggian antara 1.200 sampai 2.500 m dpl dan secara geografis terletak diantara ±1130 32 42 - 1130 38 BT dan 70 58 36 - 70 58 6 LS.
Cagar Alam Nusa Barong (CANB)
Cagar Alam Nusa Barong merupakan salah satu kawasan suaka alam dengan fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya (UU No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistemnya). Di mana pada Cagar Alam dapat dilakukan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan lainnya yang menunjang pengembangan pendidikan dan pengetahuan.
Pada mulanya Pulau Nusa Barong ini hanya dikenal dengan suatu tempat yang memiliki kekayaan hasil laut (rumput laut dan beberapa jenis ikan kualitas ekspor) saja, dan ditetapkan sebagai kawasan Cagar Alam berdasarkan surat keputusan Gebernur Jenderal Hindia Belanda No. 46 Staatblad. No. 736 tanggal 9 Oktober 1920, memiliki luas 6.100 ha. ditunjuk sebagai cagar alam karena memiliki potensi botanis dan geologis. Pulau ini terletak di Kecamatan Puger, Kabupaten Jember. Potensi keanekaragaman flora dan fauna yang terapat dicagar alam ini merupakan suatau khasanah dengan nilai konsevasi yang cukup tinggi disamping nilai estetiknya.
Cagar Alam Gunung Watangan
Luas kawasan ini ± 2 ha. dengan pemandangan pantai yang sangat indah. Sering dikunjungi oleh wisatawan domestik, terutama pada hari-hari libur. Dalam tahun anggaran 1996/1997 tercatat pengunjung mencapai 22.776 orang. Oleh karena potensi wisata alamnya dan fungsinya sebagai Cagar Alam sudah rusak, maka Cagar Alam ini pernah di usulkan perubahan statusnya menjadi kawasan taman wisata.
Cagar Alam Curah Manis
Cagar Alam Curah Manis, terletak di sekitar Desa Sempolan, Kecamatan Silo Kabupaten Jember sebagai salah satu kawasan konservasi yang terdapat di wilayah kerja Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jatim II, Sub Seksi KSDA Jember, Resort KSDA Jember. Luas kawasan keseluruhan berdasarkan Surat Keputusan penetapannya adalah 16,8 hektar. Ditetapkan sebagai cagar alam sejak tahun 1919 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda (SKGB) tanggal 11 Juli 1919 No. 83 Staadblad tahun 1919 No. 392 dengan luas 16,8 hektar. Keadaan topografinya adalah terletak di lereng Gunung Raung dengan ketinggian antara 500 - 600 meter diatas permukaan air laut dengan kemiringan hingga 300 .
Dari laporan inventarisasi yang dilakukan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jatim II, pada kawasan ini tercatat beberapa jenis tumbuhan jenis pohon, tiang dan belta diantaranya Bendo (Artocarvus elasticus), Kemado (Laportea stimulans), Beringin (Ficus benyamina) dan lain-lain. tercatat pula beberapa jenis satwa dilindungi diantaranya, Kijang (Muntiacus muntjak), Kancil (Tragulus Javanicus), jenis kupui-kupu (Sastragala Sp) dan berbagai jenis burung kecil dan binatang reptil lainnya.
Hutan Lindung Baban Silosanen
Hutan Lindung Baban Silosanen merupakan salah satu kawasan konservasi yang berada di bawah pengawasan Perum Perhutani Jawa Timur II (Perum Perhutani Jatim II), memiliki luas ± 85 ha yang terhampar dari ketinggian 100 - 700 m dpl satwa dilindungi yang terdapat didalamnya diantaranya Kijang (Muntiacus muntjak) dan Babi Hutan (Sus Sp), diperkirakan hutan lindung ini merupakan daerah jelajah Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) yang keberadaannya diperdebatkan antara ada dan telah punahnya.
Kawasan ini sedang mengalami ancaman serius dengan telah dilakukannya eksploitasi tambang emas karena potensi sumberdaya mineral yang terkandung didalamnya, akan mengancam keselamatan ekositem dan habitatnya, potensi keanekaragaman hayati serta akan merusak tatanan sosial, budaya dan agama di masyarakat sekitar hutan lindung, mengingat sebagian besar di lingkar kawasan ini merupakan areal perkebunan kopi rakyat disamping perkebunan yang dikelola oleh Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP XII). Selanjutnya rencana eksploitasi atau penambangan emas itu akan sangat mengancam keberlangsungan kawasan sebagai areal yang telah menyumbang pasokan oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) bagi kehidupan masyarakat sekitarnya.
(dari berbagai sumber)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home