Tuesday, February 28, 2006

BANJIR BESAR SUNGAI PUTIH

BANJIR BESAR SUNGAI PUTIH :
LAPORAN PANDANGAN MATA DAN KESAN-KESAN SELINTAS


Bekas Pasar Bunot yang rata dengan tanah akibat bencana banjir bandang dan longsor, Desa Kemiri, Kecamatan Panti, Kabupaten Jember
Selasa, 21 Februari 2006
Jam 13.41 – 14.04

Sungai Putih adalah sungai yang mengalir di Desa Kemiri, Kecamatan Panti, Kabupaten Jember. Sungai Putih berhulu di Pegunungan Argopuro bagian selatan. Sungai ini bertemu dengan sungai-sungai lainnya yang berhulu di Gunung Argopuro di Sungai Bedadung yang melintasi Kota Jember yang kemudian bermuara di Samudra Hindia (Laut Selatan).

Siang hari ini (Selasa, 21 Februari 2006, jam 13.41) sungai Putih banjir besar. Saya mengamati peristiwa ini dengan ngeri dan sekaligus kagum terhadap kekuatan alam.

Suara gemuruh massa air yang berwarna coklat pekat dan lumpur menggelontor apa saja yang ada di alirannya. Suara benturan-benturan batu yang ikut terbawa massa air keras sekali. Suara gemuruh dan benturan-benturan batu ini terdengar hingga sampai sejauh 300 meter dari pinggir sungai. Selain itu tercium bau busuk tajam menyengat dari tanah yang terbongkar (bau ini sangat khas).

Cuaca terang dan berangin dingin yang bertiup kencang. Langit di atas Pegunungan Argopuro tampak menghitam. Tinggi permukaan air (TMA) saat banjir ini satu meter di bawah jembatan darurat di Bunot. Kemarin malam pada saat banjir yang lebih besar dari siang hari ini, TMA tampak setengah meter dari bawah jembatan.

Menonton banjir besar seperti itu timbul perasaan ngeri, takut dan merinding di hati saya. Betapa dashyat kekuatan alam bila sedang berpesta-pora dengan kemarahannya. Manusia jadi tampak kecil sekali dan tidak berarti serta tidak berdaya di hadapan kemurkaan Sang Alam.

Bagaimana dengan reaksi dan tanggapan masyarakat di Bunot terhadap peristiwa banjir ini? Masyarakat sekitar sungai tampak bingung dan ketakutan mendengar suara germuruh banjir ini. Trauma paska bencana masih sangat membekas di hati para korban bencana.

Ada orang yang sudah mengungsi ke tempat yang dianggap aman. Ada orang yang sama sekali tidak berani untuk mendekati sungai, tapi masih tetap tinggal di rumahnya masing-masing; bila ada sedikit saja gelagat yang tidak baik dari sungai itu, maka mereka akan berbondong-bondong berangkat mengungsi ke tempat aman. Ada orang yang melihat banjir ini dari pinggir sungai di bekas Pasar Bunot (dimana saya duduk sambil mencatat peristiwa ini).

Orang datang dan pergi di dekat jembatan darurat sebelah bawah Pasar Bunot untuk melihat peristiwa banjir besar ini . Yang tampak dari mereka adalah keterburu-buruan dan kecemasan: Akankah banjir ini akan menjadi banjir bandang seperti bencana kemarin dulu? Akankah bencana akan terulang? Setelah melihat sebentar kondisi sungai Putih yang menggelegak dan bergemuruh dengan massa air itu, mereka segera balik ke rumah masing-masing untuk memberitahukan kondisi banjir kepada keluarga dan para tetangganya. Sebagian besar orang yang datang dan pergi melihat peristiwa banjir di Pasar Bunot ini menggunakan sepeda montor, sehingga pergerakan mereka dapat dengan cepat dilakukan. Di samping itu ada sedikit orang yang tidak terusik dengan banjir dan tetap meneruskan aktivitasnya, seperti pedagang bakso, pedagang es, para penggali sisa pondasi untuk mencari besi-besinya, dan warung di depan pasar.

Walau dari luar masyarakat sekitar sungai Putih tampak biasa-biasa saja, tapi dari sorot mata dan perilakunya terbaca dengan jelas bahwa mereka mengalami rasa ngeri, takut, dan cemas kalau-kalau banjir ini akan dengan cepat berubah menjadi banjir bandang seperti bencana sebelumnya. Ada perasaan ketakutan dan ketidakberdayaan bila menghadapi kemurkaan alam seperti sekarang ini.

Di balik rasa ingin tahu dan ketergesa-gesaan orang-orang yang datang dan pergi di pinggir sungai Putih tersebut, tersembunyi rasa takut, cemas dan rasa tidak aman yang mendera hati dan pikiran mereka. Pertanyaan-pertanyaan yang sama terulang-ulang di hati dan pikiran mereka: Akankah banjir ini akan menjadi banjir bandang seperti bencana kemarin dulu? Akankah bencana akan terulang? Apakah keluarga dan rumahku aman bila terjadi bencana susulan?

Jam 14.04 hujan mulai turun di Pasar Bunot dan sekitarnya. Para “penonton” banjir besar di pinggir sungai Putih ini bubar dengan sendirinya. Ketika hujan menjadi semakin deras, maka saya pun segera balik ke rumah. Sampai jam 14.35 terjadi hujan deras di Desa Kemiri, tapi suara gemuruh banjir di sungai Putih sudah tidak terdengar lagi.


Desa Kemiri, 21 Februari 2006
Pelapor pandangan mata,

Djuni Pristiyanto

0 Comments:

Post a Comment

<< Home